Minggu, 08 Agustus 2010

Ditolak Enam Menteri, Sukses di Amerika Serikat

      MALANG - Tiga mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Brawijaya (UB) Malang berhasil meraih penghargaan tingkat internasional di ajang lomba teknologi pangan internasional di Chicago Illinois USA.
      Temuan inovatif berupa beras tiruan atau artificial rice mereka dinyatakan menjadi solusi yang bermanfaat untuk mengatasi permasalahan kekurangan gizi yang seringkali dijumpai di negara berkembang. Menariknya karya ini sebelumnya pernah ditolak enam kementerian RI untuk mendapatkan pendanaan. “Kami pernah membawa proposal mengenai temuan ini ke enam kementerian negara RI, di antaranya menteri Pertanian, Menpora, Menristek dan lainnya tapi ditolak,” ungkap Fathy kepada Malang Post.


      Tim yang terdiri dari Fathy Bahanan, Danial Fatchurrahman, dan Anugerah Dany Priyanto ini mengikuti lomba pada 17-20 Juli lalu. Temuan beras tiruan ini ternyata mendapatkan apresiasi di ajang internasional yang diselenggarakan Institute of Food Technologist (IFT) di Amerika itu. Bahkan berhasil menjadi juara ke III mengalahkan 11 negara dengan 33 jenis proposal yang dilombakan. Beras tiruan ini bahannya sederhana saja. Yaitu berasal dari garut, singkong dan kacang tunggak. Berbagai jenis bahan lokal ini menjadi sumber utama pembuatan beras tiruan. Karena dibuat dengan tujuan untuk mengurangi mallnutrisi, beras ini tak seperti beras biasa yang hanya mengandung karbodhidrat. Tapi merupakan beras yang komplit nutrisinya, ada kandungan protein dan rasanya pun sedikit manis. Sehingga dimakan tanpa lauk pun rasanya masih enak.
     “Kacang tunggak memiliki protein yang tinggi, sehingga beras ini pun mengandung protein yang lebih banyak dibandingkan beras biasa,” jelasnya. Sayangnya karena belum ada peralatan yang pas untuk memproduksi beras, hasil produksi mahasiswa ini bentuknya masih terlalu besar. Proses pembuatannya pun belum praktis dan harus melalui beberapa tahapan. Mulai dari penggilingan bahan hingga menjadi bubuk, pengayakan, pencampuran dengan bahan kimia food grade, pencetakan, penguapan, pengeringan hingga pengemasan. Sementara jika menggunakan mesin seharusnya semua proses hanya dilakukan sekali saja.
“Di Indonesia belum ada mesin pembuatnya, yang kami tahu baru ada di Malaysia,” ujarnya.
      Karena proses yang cukup rumit itulah, harga beras ini masih sama mahalnya dengan harga beras kualitas super yaitu seharga Rp 8500 per kilo. Tapi punya kelebihan karena mengandung protein yang tinggi sebanyak 8,63 persen. Kedepan ia dan tim berkeinginan untuk mengembangkan beras menjadi bahan yang cocok dikonsumsi semua orang tidak hanya masyarakat gizi buruk saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar